Halaman 15
Walaupun ketertarikannya berada di arah yang berlainan,
perasaan Josefa tertahan dan meminta untuk diterima pada Biara RĂ©paratrice.
Di sini ia bahagia; ia menghargai semangat, dan keramahan yang melingkupi
kehidupan baru relijiusnya ini. Pemikiran untuk membuat silih atas dosa-dosa
manusia melalui Hati Maria menariknya, dan tidak ada semacam cobaan ataupun hal
buruk menghampirinya, namun tidak pada bulan-bulan berikutnya.
Perlahan, bagaimanapun juga, hampir terlepas dari dirinya
sendiri, ada yang mencuri nurani jiwanya, kebangunan jiwanya terhadap cinta
yang lain – yaitu Hati Kudus yang merupakan daya tarik pertamanya, dan setiap
saat ia mendengar bel-bel biara berdentang (sebab berada dekat dengan biara)
perjuangan dalam dirinya diperbarui.
Bunda kita sendiri turut campur dan menunjukkan padanya bahwa Josefa
belum menemukan rumah sejatinya.
Josefa
bertugas di sebuah ruangan yang besar yang berisi sebuah patung Bunda Maria
yang besar, dengan titel Bunda Kesedihan; sesuai dengan kebiasaan orang-orang
Spanyol, patung itu dihiasi dengan pakaian yang indah, dan di tangan bunda kita
ia memgang sebuah mahkota yang terbuat dari duri-duri asli. Suatu hari Josefa
terkejut melihat mahkota itu terangkat oleh sebuah cahaya yang tidak diketahui
asalnya. Dia tidak berusaha untuk berbicara mengenai keindahan itu, tetapi
cahaya itu terus ada selama tiga atau empat hari, ia memutuskan untuk
menyelidiki asalnya. Didapatkannya bahwa cahaya itu berasal dari satu duri, dan
pada saat yang sama ia mendengar suara yang menembus: “Ambillah duri ini,
anakku; Yesus akan memberikan padamu yang lainnya seiring waktu berlalu.”
Josefa melepaskan duri itu sambil mengamatinya, tanggapan yang diberikannya
kepada pemberian Bunda itu adalah sebuah persembahan yang segar akan dirinya
sendiri yang tak lama kemudian diterima meterainya di dalam penderitaan.
Enam bulan
masa postulannya telah berakhir dan hari pengenaan pakaian ditetapkan, saat
ibunya yang merindukannya dengan sedih
datang dan memohon ia kembali. Imam Rubio mendukung permintaan ibunya itu dan
membuat Josefa kembali ke rumah, Josefa meninggalkan Novisiat dengan perasaan
yang dapat dibayangkan. Diambilnya duri itu bagi dirinya sendiri, yang
cahayanya, seperti yang ada di hatinya sendiri, dipadamkan. Pada kenyataannya, bagaimanapun hal itu telah
tenggelam ke dalam bagian diri terdalamnya, dan kenyataan ini adalah
penderitaan.
Dengan berani
ia menatap jalan ke depan menuju Tuhan, dan kembali kepada tugas lamanya. Kali
ini ia dipekerjakan oleh sejumlah besar biarawati