"Suatu hari," tulis Mercedes, "Josefa mengatakan padaku bahwa ia ingin menjadi seorang biarawati, tetapi jauh dari Spanyol, agar kurbannya dapat menjadi lengkap. Ketika aku tidak setuju padanya tentang hal ini, Josefa menjawab bahwa tidak ada yang terlalu baik untuk diberikan kepada Tuhan."
Di samping sifatnya yang peka, Josefa juga periang, ketika disposisinya ini dimaniskan dengan semua yang terjadi padanya, ke-efisienan dan penyangkalan dirinya selalu seimbang di setiap saat. Sedikit demi sedikit kenyamanan kembali lagi ke dalam lingkungan rumahnya, namun hanya dalam waktu yang singkat, dan pada awal tahun 1910 ayah mereka mengalami serangan jantung. Selama ia sakit, istrinya tidak pernah meninggalkannya di siang ataupun malam hari, dan tak ada yang tidak dilakukannya untuk meringankan penyakitnya itu. Suatu hari ketika ia keluar untuk membeli obat bagi suaminya itu, ia melihat sebuah patung Hati Kudus di jendela toko di antara sejumlah antik. Ia tergerak dan berpikir untuk membelinya, pikirnya betapa menyenangkan untuk membawanya pulang, dan mereka dapat berdoa di sekitarnya. Ia masuk ke dalam toko dan menanyakan harganya, sayangnya, harganya terlalu mahal dari sejumlah uang yang dimilikinya di dalam dompetnya, ia hanya memiliki uang yang cukup untuk membeli obat bagi suaminya. Ia mengucapkan terimakasih, meninggalkan toko itu, dan telah berjalan cukup jauh ketika mendengar ia dipanggil kembali. "Bayarlah semampumu, dan bawalah patung itu." Kata pria itu. Tersentuh dan kegirangan, Lucia memberikan uang yang ia punya, membawa hartanya itu dan kembali kepada Leonardo - "Bukannya obat," katanya, "aku bawakan engkau Hati Kudus." Pria yang sakit itu gembira bukan kepalang, karena imannya sungguhlah besar. Patung itu berada di kaki tempat tidurnya, dan ia tidak pernah lelah memandanginya. Ia meninggal dengan mata memandanginya, pada tanggal 7 April 1910, meninggalkan keluarganya sebuah jaminan perlindungan. Imam Rubio yang mendampinginya di saat-saat terakhirnya, menunjuk dirinya sendiri sebagai teman dan pemberi nasihat akan rumahtangga yang bersedih itu, ketika Josefa menjadi satu-satunya yang membantu ibunya, dan pendapatannya membuat keluarga itu terhindar dari bahaya. Jiwanya selalu ada pada satu cintanya, dan persembahan hariannya diulangi dan tetap kuat dan melebar akan hidupnya di dalam hari-hari sulit berikutnya. Sebelum ayahnya meninggal dunia ia telah memberitahukan aspirasi-aspirasi rahasianya