Hati Kudus untuk para tentara Melilla. Ketika Josefa hendak mengembalikan mesin jahit itu ke Leganitos, Ibu Kepala menolaknya, beliau berkata bahwa dengan membuatkannya Skapulir-Skapulir telah membayar mesin itu secara lebih; Pepa sungguh tersentuh dengan kebaikan-hati ini; dia merasakan bahwa kebaikan ini disebabkan oleh Hati Kudus, dan kemudian ia semakin dekat dengan Serikat yang ingin dimasukinya itu.
Pekerjaan datang padanya dari bermacam-macam tempat. Ia telah memiliki reputasi pandai di dalam membuat baju, dan tak lama kemudian ia mendapat begitu banyak pesanan lebih dari yang sanggup dibuatnya, yang mengikat hari-harinya sampai larut malam, tetapi tenaganya dan penyangkalan dirinya seimbang. Dia membuat sebuah ruang kerja dan melatih sejumlah gadis muda. Ia bangun pukul 6 pagi, dan setelah menghadiri Misa di Hati Kudus, kembali bekerja sampai tengah hari. Setelah makan siang, biasanya diikuti dengan kunjungan ke Sakramen Maha Kudus, para gadis pekerja kembali, dan kemudian sepanjang siang sampai sore itu mereka bekerja. Mereka adalah kumpulan kelompok kecil yang bahagia karena perilaku Josefa yang baik membuat segala sesuatu berjalan lancar, dan para gadis itu meneladani keramahannya, selalu membuat hidup suasana hingga menyenangkan. Namun ia sadar akan tanggung jawabnya, dengan keteguhannya yang lembut ia tetap bekerja dengan baik dan teratur. Setiap malam doa Rosario didaraskan, dan sebagai devosi Josefa menambahkan banyak doa-doa lainnya. Pada hari Sabtu, adik-adiknya pergi ke Pengakuan Dosa, dan Pastor Rubio menanyakan kabar Josefa karena secara kebapakan ia tertarik mengetahuinya.
"Pada hari-hari Minggu," suster ini berkata kepada kami, "seluruh keluarga bagun pagi untuk menghadiri beberapa Misa. Di sore hari Pepa dan saya pergi menemui para biarawati Hati Kudus di tiga rumah di Madrid, dan pada malam hari seluruh keluarga menghadiri acara doa di Leganitos."
Bila mereka harus pergi ke luar, dua kakak-beradik itu akan saling menemani; mereka bertukar pikiran, dan mereka berdua berbicara mengenai panggilan, dimana hal itu tidak mungkin dibicarakan di rumah karena air mata ibu mereka akan berlinang-linang mendengarkan pembicaraan seperti itu, sehingga mereka memutuskan untuk tidak menyedihkannya dengan membicarakan hal itu di depan ibu mereka.