Halaman 16

Halaman 16

Hati Kudus untuk membuat seragam anak-anak. Sederhana, sopan dan menekuni pekerjaannya, hidupnya diterangi oleh doanya yang terus menerus. Setiap dua minggu sekali ia mengunjungi adiknya, yang saat itu telah menjadi novisiat di Chamartin, mereka berbicara bersama tentang apa yang mengisi hatinya. Dia suka berbicara tentang kehidupan seorang suster di dalam serikat Hati Kudus, yang dirasakannya dipenuhi dengan setiap aspirasi yang dimilikinya.
     Biarawati yang berada di sekitarnya di ruangan pakaian di sekolah terkejut akan ketekunannya, cintanya akan pekerjaannya, dan kemanisan disposisinya yang membuat bercahaya setiap kesulitan dan tidak perah menyebabkan  malu sekecil apapun terhadap orang lain. Kebijaksanaannya, ketangkasan dan keputusannya, kegiatan yang diam sungguh-sungguh mengagumkannya; dia selalu terlihat sedang mengerjakan pekerjaannya dan setiap waktu luang akan diluangkannya di hadapan Sakramen Mahakudus. “Aku merasakan keberadaanku seluruhnya saat aku berada di sini,” hal ini pernaha dikatakannya saat berbicara di Chamartin.
     Sangat berbeda ceritanya ketika ia harus bekerja pada klien-klien di luar. Nuraninya yang lembut tergoncang dengan ketidaksopanan pakaian-pakaian yang dikenakan para pekerja di sekelilingnya, dimana sebagai penganut Katholik seharusnya mengerti hal ini dengan baik;  kemudian, lebih daripada waktu-waktu sebelumnya ia merasakan “pembuangannya” dari dinding-dinding Biara, dan ia akan berseru: “Sejak kecil satu doaku hanyalah agar ‘aku boleh tinggal di Rumah Tuhan,’ dan semakin aku melihat kehidupan di luar, makin besar keinginanku untuk mati, jika keinginan hatiku tidak dikabulkan.
     Dia hidup dengan harapan yang menyala-nyala, dan Komuni hariannya adalah bahan bakar akan api yang menyala itu. Ini adalah sumber dari ketenangan dan semangatnya; kepada orang lain, rahasia akan salib dan durinya tidak pernah dikatakan.

     Dia memiliki beberapa teman, namun teladan dan nasehatnya menjadikannya pusat dari kelompok gadis-gadis pekerja dimana ia memiliki pengaruh hebat. Ia akan memimpin Ziarah ke Avila atau ke Cerre de los Angeles, dimana  Peringatan akan Hati

Halaman 15

Halaman 15

Walaupun ketertarikannya berada di arah yang berlainan, perasaan Josefa tertahan dan meminta untuk diterima pada Biara RĂ©paratrice. Di sini ia bahagia; ia menghargai semangat, dan keramahan yang melingkupi kehidupan baru relijiusnya ini. Pemikiran untuk membuat silih atas dosa-dosa manusia melalui Hati Maria menariknya, dan tidak ada semacam cobaan ataupun hal buruk menghampirinya, namun tidak pada bulan-bulan berikutnya.
Perlahan, bagaimanapun juga, hampir terlepas dari dirinya sendiri, ada yang mencuri nurani jiwanya, kebangunan jiwanya terhadap cinta yang lain – yaitu Hati Kudus yang merupakan daya tarik pertamanya, dan setiap saat ia mendengar bel-bel biara berdentang (sebab berada dekat dengan biara) perjuangan dalam dirinya diperbarui.  Bunda kita sendiri turut campur dan menunjukkan padanya bahwa Josefa belum menemukan rumah sejatinya.
     Josefa bertugas di sebuah ruangan yang besar yang berisi sebuah patung Bunda Maria yang besar, dengan titel Bunda Kesedihan; sesuai dengan kebiasaan orang-orang Spanyol, patung itu dihiasi dengan pakaian yang indah, dan di tangan bunda kita ia memgang sebuah mahkota yang terbuat dari duri-duri asli. Suatu hari Josefa terkejut melihat mahkota itu terangkat oleh sebuah cahaya yang tidak diketahui asalnya. Dia tidak berusaha untuk berbicara mengenai keindahan itu, tetapi cahaya itu terus ada selama tiga atau empat hari, ia memutuskan untuk menyelidiki asalnya. Didapatkannya bahwa cahaya itu berasal dari satu duri, dan pada saat yang sama ia mendengar suara yang menembus: “Ambillah duri ini, anakku; Yesus akan memberikan padamu yang lainnya seiring waktu berlalu.” Josefa melepaskan duri itu sambil mengamatinya, tanggapan yang diberikannya kepada pemberian Bunda itu adalah sebuah persembahan yang segar akan dirinya sendiri yang tak lama kemudian diterima meterainya di dalam penderitaan.
     Enam bulan masa postulannya telah berakhir dan hari pengenaan pakaian ditetapkan, saat ibunya yang merindukannya  dengan sedih datang dan memohon ia kembali. Imam Rubio mendukung permintaan ibunya itu dan membuat Josefa kembali ke rumah, Josefa meninggalkan Novisiat dengan perasaan yang dapat dibayangkan. Diambilnya duri itu bagi dirinya sendiri, yang cahayanya, seperti yang ada di hatinya sendiri, dipadamkan.  Pada kenyataannya, bagaimanapun hal itu telah tenggelam ke dalam bagian diri terdalamnya, dan kenyataan ini adalah penderitaan.

     Dengan berani ia menatap jalan ke depan menuju Tuhan, dan kembali kepada tugas lamanya. Kali ini ia dipekerjakan oleh sejumlah besar biarawati 

Halaman 14

dan meminta untuk masuk Serikat Hati Kudus. Untuk pertama kali dalam hidupnya ayahnya marah kepada Pepa. Pepa mengeringkan airmatanya namun tetap menyimpan panggilannya di dalam hatinya tak berubah.
     Kemudian, seorang imam Karmelit menawarkan pendaftaran padanya untuk masuk ke dalam ordonya. Itu bukan panggilannya, dan dengan mengucapkan terimakasih ia menolaknya, dan menggunakan kesempatan itu sekali lagi untuk mengatakan kepada ibunya tentang kemana panggilan Tuhan baginya. Josefa tidak lagi ditentang selain airmata saja yang mengalir agar Josefa tidak meninggalkan ibunya, dan untuk kedua kalinya ia menangguhkannya. Besar kesedihan Josefa ketika adiknya diijinkan oleh ibunya untuk memasuki novisiat di Chamartin (Madrid). Josefa yang melatihnya kini ia melangkahinya karena Josefa harus menopang keluarganya, ia sangat kecewa. Imannya kepada Tuhanlah satu-satunya yang menopangnya, dan kedewasaan kebajikannya sekali lagi membantunya melupakan dirinya sendiri. Adiknya menulis perihal ini:
     "Kami tidaklah terpisahkan sampai hari masukku ke dalam Novisiat. Keberangkatanku memberikannya kesedihan yang besar, namun di dalam pikiranku yang muda dan hasrat untuk mengkonsekrasikan hidupku kepada Yesus Kristus, aku sulit menyadarinya. Baru kemudian aku menyadari pengorbanan yang telah kusebabkan kepada kakakku tersayang itu; kemudian pemikiran akan Tuhan itulah yang menghibur aku."
     Josefa meneruskan pengabdian hidupnya dengan bekerja keras dan meringankan kelelahannya; ia memalingkan harapannya kepada adik bungsunya, tapi, dia pula, kemudian memiliki sebuah panggilan, tiga tahun setelah kematian Josefa, ia masuk biara Karmelit di Loeches, dimana ia mengambil nama Madeleine Sophie dari Hati Kudus. Kemudian ia dikirim ke Portugal, dimana Ordo tersebut akan dipulihkan di Coimbra.
     Tuhan menuntun Josefa secara tersembunyi namun pasti, untuk itulah mengajarkannya perihal meninggalkan dirinya sendiri dan kesempurnaan akan pengorbanan.
     Imam Rubio, yang telah mengikutinya sampai 12 minggu terakhir, tidak meninggalkannya, dan di bulan Februari 1912, ketika ia berusia 20 tahun, imam itu berpikir, itulah waktunya. Ordo Marie RĂ©paratrice  tampak baginya akan cocok untuk Josefa; beliau kenal baik para biarawatinya, ia mulai mengarahkan panggilan Josefa kepada mereka.

Halaman 13

    "Suatu hari," tulis Mercedes, "Josefa mengatakan padaku bahwa ia ingin menjadi seorang biarawati, tetapi jauh dari Spanyol, agar kurbannya dapat menjadi lengkap. Ketika aku tidak setuju padanya tentang hal ini, Josefa menjawab bahwa tidak ada yang terlalu baik untuk diberikan kepada Tuhan."
     Di samping sifatnya yang peka, Josefa juga periang, ketika disposisinya ini dimaniskan dengan semua yang terjadi padanya, ke-efisienan dan penyangkalan dirinya selalu seimbang di setiap saat. Sedikit demi sedikit kenyamanan kembali lagi ke dalam lingkungan rumahnya, namun hanya dalam waktu yang singkat, dan pada awal tahun 1910 ayah mereka mengalami serangan jantung. Selama ia sakit, istrinya tidak pernah meninggalkannya di siang ataupun malam hari, dan tak ada yang tidak dilakukannya untuk meringankan penyakitnya itu. Suatu hari ketika ia keluar untuk membeli obat bagi suaminya itu, ia melihat sebuah patung Hati Kudus di jendela toko di antara sejumlah antik. Ia tergerak dan berpikir untuk membelinya, pikirnya betapa menyenangkan untuk membawanya pulang, dan mereka dapat berdoa di sekitarnya. Ia masuk ke dalam toko dan menanyakan harganya, sayangnya, harganya terlalu mahal dari sejumlah uang yang dimilikinya di dalam dompetnya, ia hanya memiliki uang yang cukup untuk membeli obat bagi suaminya.  Ia mengucapkan terimakasih, meninggalkan toko itu, dan telah berjalan cukup jauh ketika mendengar ia dipanggil kembali. "Bayarlah semampumu, dan bawalah patung itu." Kata pria itu. Tersentuh dan kegirangan, Lucia memberikan uang yang ia punya, membawa hartanya itu dan kembali kepada Leonardo - "Bukannya obat," katanya, "aku bawakan engkau Hati Kudus." Pria yang sakit itu gembira bukan kepalang, karena imannya sungguhlah besar. Patung itu berada di kaki tempat tidurnya, dan ia tidak pernah lelah memandanginya. Ia meninggal dengan mata memandanginya, pada tanggal 7 April 1910, meninggalkan keluarganya sebuah jaminan perlindungan. Imam Rubio yang mendampinginya di saat-saat terakhirnya, menunjuk dirinya sendiri sebagai teman dan pemberi nasihat akan rumahtangga yang bersedih itu, ketika Josefa menjadi satu-satunya yang membantu ibunya, dan pendapatannya membuat keluarga itu terhindar dari bahaya. Jiwanya selalu ada pada satu cintanya, dan persembahan hariannya diulangi dan tetap kuat dan melebar akan hidupnya di dalam hari-hari sulit berikutnya. Sebelum ayahnya meninggal dunia ia telah memberitahukan aspirasi-aspirasi rahasianya

Halaman 12

Hati Kudus untuk para tentara Melilla. Ketika Josefa hendak mengembalikan mesin jahit itu ke Leganitos, Ibu Kepala menolaknya, beliau berkata bahwa dengan membuatkannya Skapulir-Skapulir telah membayar mesin itu secara lebih; Pepa sungguh tersentuh dengan kebaikan-hati ini; dia merasakan bahwa kebaikan ini disebabkan oleh Hati Kudus, dan kemudian ia semakin dekat dengan Serikat yang ingin dimasukinya itu.
     Pekerjaan datang padanya dari bermacam-macam tempat. Ia telah memiliki reputasi pandai di dalam membuat baju, dan tak lama kemudian ia mendapat begitu banyak pesanan lebih dari yang sanggup dibuatnya, yang mengikat hari-harinya sampai larut malam, tetapi tenaganya dan penyangkalan dirinya seimbang. Dia membuat sebuah ruang kerja dan melatih sejumlah gadis muda. Ia bangun pukul 6 pagi, dan setelah menghadiri Misa di Hati Kudus, kembali bekerja sampai tengah hari. Setelah makan siang, biasanya diikuti dengan kunjungan ke Sakramen Maha Kudus, para gadis pekerja kembali, dan kemudian sepanjang siang sampai sore itu mereka bekerja. Mereka adalah kumpulan kelompok kecil yang bahagia karena perilaku Josefa yang baik membuat segala sesuatu berjalan lancar, dan para gadis itu meneladani keramahannya, selalu membuat hidup suasana hingga menyenangkan.  Namun ia sadar akan tanggung jawabnya, dengan keteguhannya yang lembut ia tetap bekerja dengan baik dan teratur. Setiap malam doa Rosario didaraskan, dan sebagai devosi Josefa menambahkan banyak doa-doa lainnya. Pada hari Sabtu, adik-adiknya pergi ke Pengakuan Dosa, dan Pastor Rubio menanyakan kabar Josefa karena secara kebapakan ia tertarik mengetahuinya.
     "Pada hari-hari Minggu," suster ini berkata kepada kami, "seluruh keluarga bagun pagi untuk menghadiri beberapa Misa. Di sore hari Pepa dan saya pergi menemui para biarawati Hati Kudus di tiga rumah di Madrid, dan pada malam hari seluruh keluarga menghadiri acara doa di Leganitos."
     Bila mereka harus pergi ke luar, dua kakak-beradik itu akan saling menemani; mereka bertukar pikiran, dan mereka berdua berbicara mengenai panggilan, dimana hal itu tidak mungkin dibicarakan di rumah karena air mata ibu mereka akan berlinang-linang mendengarkan pembicaraan seperti itu, sehingga mereka memutuskan untuk tidak menyedihkannya dengan membicarakan hal itu di depan ibu mereka.

Halaman 11


   Pada tahun 1907 kematian datang pada rumah kecil yang bahagia itu. Carmen, salah satu dari adik-adik kecil, meninggal dunia karena penyakit yang tiba-tiba, dan nenek dari para cucu itu pun kemudian juga meninggal dunia. Kehilangan Carmenchita bagaikan kematian yang buruk bagi orangtuanya. Mereka menentang hal itu, tapi hal itu melebihi dari apa yang dapat mereka tanggung. Ayah dan ibunya terbaring, seorang karena demam typhus, seorang lagi karena masalah paru-paru. Segera kesejatian Josefa muncul; ia berhenti bekerja dan membagi perhatiannya kepada kedua orangtuanya yang tak berdaya itu, juga menjaga adik-adiknya, dan setumpuk pekerjaan rumah tangga berada di pundak dia yang masih muda. Nasehat medis sangatlah mahal, dan segera menguras semua tabungan mereka. Kemiskinan sekarang menambah masalah penyakit tadi, tapi tidak sedikitpun semangat Josefa menghilang, dan untuk periode selama tujuh minggu, Josefa menanggung tanggung jawab penuh akan segala kecemasan dan kekurangan.

     "Kami bertiga, anak-anak, semuanya tidur bersama di kasur yang berada di lantai," katanya. "Dokter kami yang baik hati menginginkan agar ayah dan ibu dibawa ke rumah sakit, tetapi aku tidak menyetujuinya, karena aku yakin pasti Yang Mahatinggi tidak akan meninggalkan kami, dan datanglah pertolongan kepada kami melalui para biarawati Hati Kudus. Oh, aku tidak akan pernah melupakan betapa baiknya mereka kepada kami!"

     Sebuah novena kepada Santa Madeleine Sophie dimulai, dan selanjutnya, ibu mereka yang putus asa itu, memanggil keluarganya di sisi tempat tidurnya, "Jangan menangis lagi," katanya. "Ibu Barat baru saja dari sini mengunjungi aku. Dia berkata bahwa aku tidak akan mati, karena kalian masih memerlukan aku.

     " Kami tidak pernah mendengarkan hal-hal khusus," kata Josefa setelahnya, "tetapi keesokannya harinya, ibu lepas dari bahaya dan ayah pun juga sembuh, namun kekuatan ayah sudah tidak ada dan ia sudah tidak dapat bekerja lagi."
     Para biarawati Hati Kudus melihat diam-diam keluarga yang menarik ini. Josefa tidak memiliki mesin jahit, dan persediaan uangnya tidak cukup untuk membeli mesin jahit. Ibu Superior dikirimkan pada Josefa dan membelikannya mesin jahir agar dicobanya untuk digunakan, dan memerintahkannya untuk membuat ribuan skapulir

Halaman 10

penyakit itu; Trinidad hidup sendiri dan tidak dapat melakukan apa-apa. Pepa gembira ditarik oleh sifat baik hatinya, dan sifat heroiknya tersembunyi itulah paling dihargai. Selama berminggu-minggu ia menyuapi Trinidad. Suatu hari ia mengajak adiknya, pikirnya hal itu akan menggugah hatinya, tetapi...

     "Kesan yang ada padaku akan penderita kusta yang malang itu dapat terlihat saat aku pulang ke rumah, dan aku ditanyai. Aku harus mengatakannya. Ibu kami melarang Pepa untuk kembali kepada orang cacat yang malang itu; sebuah larangan yang mendukakan Josefa secara mendalam."

     Waktu Josefa berlalu diantara kehidupan keluarga, pekerjaannya, dan tindakan amalnya. Tetapi hukum Kasih Ilahi segera mendesak Josefa untuk memenuhinya dalam penderitaan-penderitaan yang akan menyobai dan menguatkan jiwa mudanya.

     "Jangan pernah meragukan cinta Hati-Ku," kata Teman ilahinya itu kepadanya kemudian. "Yang terpenting jika angin kejahatan bertiup, Aku telah menanamkan akar dari kekecilanmu di dalam Hati-Ku."

MENUNGGU
1907-1920
"Biarlah dirimu dibimbing dengan mata tertutup, sebab Aku adalah Bapamu, dan Mata-Ku terbuka untuk memimpin dan menuntun engkau."
(Tuhan kita kepada Josefa, 18 September 1923)

PENDERITAAN kini adalah karakter kehidupan Josefa, pertama kali tampak di rumahnya yang sampai sekarang tak diketahui. Hal itu diterima dengan damai sebagaimana teman-teman Tuhan bersedia menerimanya. Josefa belajar untuk menderita seraya belajar mencintai, dan hatinya terbuka lebar bagi kesedihan dan pengorbanan. Hal itu akan membuatnya semakin fleksibel, mengajarkannya untuk menaklukkan sifat alaminya, saat berkenaan dengan salib menguatkan cintanya, menjadikannya dewasa tanpa menghancurkan intensitas cintanya.